Adalah sebuah keluarga katolik, di mana si bapak tidak percaya akan kelahiran Tuhan. Sulit baginya untuk menerima, bagaimana mungkin Allah lahir dan menjadi manusia. Suatu hari di hari Natal, istri dan anaknya pergi ke gereja dan ia tinggal sendirian di rumah. Saat itu turun salju cukup tebal. Ketika salju makin tebal, tiba-tiba datang 5 ekor burung. Burung itu kebingungan karena cuaca yang dingin. Bapak itu segera membuat sangkar agar burung itu bisa masuk. Tetapi mereka tidak masuk juga. Ia berpikir, barangkali ia perlu memasang lampu agar burung itu tahu dan masuk kendang. Tetapi, burung itu tidak masuk juga. Kemudian ia mencari cara bagaimana supaya burung itu masuk kandang. “Mungkin saya harus menaruh makanan supaya burung-burung itu mau masuk kandang dan terhindar dari cuaca dingin”, pikirnya. Lalu ia menaruh makanan di sangkar. Tetapi burung itu tetap tidak masuk juga. Akhirnya dia menyerah. 

“Seandainya saya bisa berbicara dengan burung itu, saya bisa jelaskan kepada burung-burung itu bahwa ia sudah menyiapkan sangkar dan mengajak mereka masuk ke sangkar, supaya bisa menyelamatkan diri dari cuaca dingin. Sayang saya nggak bisa.” Katanya pada diri sendiri. Seketika itu juga terdengar lonceng gereja. Ia kemudian teringat, kenapa selama ini ia sulit percaya dan memahami bagaimana Allah menjadi manusia. 

“Sekarang saya memahami mengapa Allah menjadi manusia. Allah ternyata hadir menjadi manusia supaya kita dapat mengerti, berkomunikasi dan memahami apa yang dikehendaki Allah.“ katanya dalam hati sambil tertunduk berlutut di depan jendela. 

“Tuhan, ampunilah aku atas ketidakperdayaanku, mengapa Engkau yang Agung menjadi manusia, karena dengan menjadi manusia, Engkau bisa berbicara dengan kami, manusia. Dalam diri manusia itulah Engkau mengajarkan sesuatu yaitu kasih.” Ucapnya dalam doa. 

Peristiwa Allah yang menjadi manusia itu kini telah terjadi lebih dari 2000 tahun yang lalu. Akan tetapi, melalui para Rasul, Nabi, dan kini Injil serta Sabda yang kita dengarkan dalam Gereja lah yang akhirnya membantu kita untuk percaya dan memahami ajaran kasih. Allah melalui Yesus mau menyelamatkan kita yang sering tidak percaya.

“Sekarang aku percaya, Engkau berbicara melalui para nabi dan juga melalui Gereja. Itu yang kini membuat aku sadar.” Lanjutnya. 

Kita sekarang menyadari mengapa bacaan-bacaan dalam Injil itu memberi tanda bahwa Allah hadir. Kalau Dia tidak hadir, kita tidak mampu memahami. Yesus lah yang mengajarkan melalui para muridnya tentang apa yang dinyatakan Bapa tentang keselamatan. Natal tidak hanya upacara yang berlangsung setiap tahun. Kalau kita sekedar merayakan saja, ya sama saja dari tahun ke tahun. Tetapi, Natal adalah peristiwa iman, di mana kita mengimani bahwa Allah hadir ke dalam hidup kita, ke dalam diri kita, membawa damai dan sukacita untuk menyelamatkan kita umat manusia. 

Damai tidak semata-mata tentang kenyamanan, tetapi damai adalah ungkapan sikap dari hati Nurani dalam hidup kita sehari-hari, bagaimana ekspresi dan wajah kita memberi rasa damai pada sesama, khususnya dalam keluarga kita sendiri. Sebagai contoh ketika pulang dari misa Natal, lalu kita merasa tidak nyaman atau membuat kondisi tidak nyaman, apa makna Natal yang baru saja kita rayakan? Misalnya saja, untuk keluar dari parkiran gereja membutuhkan waktu 30 menit. Kemudian ada orang yang marah karena terlalu lama lalu kehilangan damai, sehingga  Natal yang baru saja dirayakan seolah-olah tidak ada artinya. Rasa damai tidak terpaku pada kemakmuran atau status. Kita bisa melihat bahwa para Gembala, yang pada zaman Yesus merupakan pekerjaan sederhana, mendapatkan rasa damai dari Kabar Gembira kelahiran Yesus, hingga akhirnya mereka membagikan rasa damai dengan mengunjungi Keluarga Kudus. Melalui peristiwa Natal, Allah berbicara dan mengajak kita untuk hidup membawa damai. Kita dipanggil untuk membawa damai bagi keluarga, tetangga dan orang lain yang selama ini kurang akur dengan kita, yang tidak mau bicara dengan kita. Kalau orang lain tidak menerima ungkapan damai ini, itu tidak menjadi masalah. Yang terpenting, kita sudah berusaha memberi damai, bagaimana pun balasannya.

Kisah ini diceritakan Romo Aloysius Yus Noron Pr dalam kotbah Misa Malam Natal ke-2, untuk memberi analogi mengapa Allah menjadi manusia. Misa Malam Natal kedua pukul 21.00 dipimpin oleh Rm. Aloysius Yus Noron, Pr. didampingi fr. Bima. Penghayatan akan malam kelahiran Yesus pun semakin mendalam. Langit yang gelap ditemani secercah cahaya bulan membuat umat semakin meresapi suasana Misa Malam Natal kedua ini. Petugas koor bersama dengan umat mulai mengiringi perarakan romo dan bayi Yesus menuju kandang Natal dengan lagu Malam Kudus. Suasana gereja yang hening dan tenang kemudian berubah menjadi penuh dengan cahaya dan terang sesaat ketika bayi Yesus telah dibaringkan di atas palungan. 

 

Setelah misa, Rm. Yus menghampiri dan memberi ucapan Selamat Natal kepada para umat yang hadir. Gereja dipenuhi dengan kehangatan dan kebersamaan oleh para umat yang saling mengucapkan Selamat Natal satu sama lain.

Sekilas Tentang Penulis