Tanpa kita sadari Pesta Demokrasi sudah dimulai, pada bulan Februari 2024 nanti masyarakat Indonesia akan melakukan pemilihan untuk menentukan Pemimpin Indonesia pada 5 tahun mendatang. Yang menjadi ciri khas menggambarkan mulainya Pesta Demokrasi ini bukan hanya baliho calon legislatif baik itu calon Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah saja yang sudah bertebaran di sepanjang jalan, tetapi juga ditandai dengan adanya berita-berita dan perbincangan mengenai Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang maju dan mencalonkan diri. Menariknya dalam Pemilu kali ini, selain tanggal pemilihan yang jatuh pada hari Rabu, tanggal 14 Februari 2024 nanti, dimana hari tersebut bertepatan dengan hari Valentine.

Hal menarik lainnya adalah banyaknya pemilih pemula yang akan menjadi peserta pemilu melakukan pemilihan atau menjadi pengalaman pertama bagi mereka untuk melakukan pemilihan ini, baik itu untuk memilih Capres dan Cawapres, DPD, DPR, dan DPRD. Pemilih Pemula adalah semua orang yang sudah masuk dan terdaftar sebagai pemilih tetap, dalam rentang usia 17 tahun sampai dengan 40 tahun. Selain itu melihat data dari Komisi Pemilihan Umum atau KPU melalui website kpu.go.id mengungkapkan, “Berkaca dari pemilihan tahun 2019 peran dari pemilih pemula dengan umur rata-rata 17 sampai dengan 37 tahun ini dinilai tinggi, yaitu mencapai 70 juta hingga 80 juta pemilih, atau setara dengan 30-40% dari 193 juta penduduk yang terhitung sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT)”. Sedangkan Kompas sempat merilis ada 52%-55% pemilih pemula yang berumur dibawah 40 tahun, atau sebanyak 107 juta sampai dengan 108 juta Pemilih Pemula dari total DPT yang dirilis KPU begitu juga dengan Tempo, CNN, BBC, Media Indonesia dan banyak lagi media mengungkapkan dalam hasil pengumuman KPU mengenai data pemilih dalam pemilu 2024 nanti akan didominasi oleh Gen-Z dan juga Milenial atau mereka yang berusia di bawah 40 tahun, yang angkanya kurang lebih mirip dengan yang dirilis Kompas.

Hal-hal yang perlu disoroti dan diperhatikan dalam pemilu tahun 2024 ini adalah, masalah mengenai berita bohong atau hoaks dan Golongan Putih (Golput), terutama bagi para Pemilih Pemula. Singkatnya, dua hal ini adalah hal yang selalu menjadi sorotan utama dalam pemilu. Karena akan lebih banyak berita bertebaran di beranda sosial media kita ketimbang hari-hari biasa saat bukan dalam masa kampanye, yang belum tentu juga mengenai kebenarannya. Selain itu ada juga mungkin teman dan orang terdekat kita yang malah mengajak Golput, sehingga membuat kita malah mengikuti hal tersebut atau bahasa gaulnya ikut-ikutan

Lantas bagaimana cara menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut, apalagi dengan banyaknya Pemilih Pemula yang pasti masih bingung, bahkan belum menentukan pilihan dalam melakukan pemilihan nanti. Mudahnya adalah menjadi pemilih yang bertanggung jawab tentang berita maupun informasi yang kita terima. Dengan menyaring dan mencari tahu tentang kebenaran dari sebuah berita maupun informasi. Karena mengenai berita hoax seperti yang kita bersama ketahui telah diatur oleh Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang biasa dikenal dengan UU ITE. Lebih tepatnya diatur dalam Pasal 27, di dalam Pasal ini memiliki beberapa ayat yang setiap ayatnya mengatur mengenai berita bohong, seperti pasal 27 ayat (1) yang mengatur mengenai berita bohong bermuatan kesusilaan, Pasal 27 ayat (3) bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik, Pasal 27 ayat (4) bermuatan tentang pemerasan dan/atau pengancaman, kemudian ada juga dalam Pasal 28 ayat (2) jika berita dapat menimbulkan rasa kebencian atas dasar SARA, atau juga pasal 29 jika berita tersebut bermuatan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditunjukkan secara pribadi.

Semua pasal-pasal tersebut berdasarkan delik Pidana, yang dasarnya diambil dalam Pasal 390 KUHP, yang menurut pakar R. Soesilo, “Terdakwa hanya dapat dihukum apabila ternyata bahwa kabar yang disiarkan itu adalah kabar bohong. Yang dipandang kabar bohong, tidak saja memberitahukan suatu kabar yang kosong, akan tetapi juga menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian.”

Tidak hanya itu, dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juga sudah mengatur mengenai berita bohong yaitu dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) yang isinya, “(1) Barangsiapa, dengan Menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun. (2) Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.” Yang singkatnya, dalam ayat (1) jika kita membuat berita tersebut dan menyebarkannya maka yang membuat dan menyebarkan berita tersebut dapat dipidana paling lama 10 tahun, sedangkan dalam ayat (2) jika yang menyebarkan berita tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah berita bohong maka yang menyebarkan berita tersebut dapat dipidana paling lama 3 tahun. Inilah yang dimaksud dengan bentuk tanggung jawab kita sebagai penerima berita dan juga yang meneruskan, jangan sampai apa yang kita dapat begitu saja kita bisa ceritakan kepada orang lain baik itu melalui verbal maupun melalui media sosial tanpa kita mencari tahu terlebih dahulu kebenaran dari berita yang kita terima tersebut.

Oleh karena hal tersebut, kita sebagai yang menerima dan memperoleh berita atau informasi harus bisa mengecek dan menilai sebagai bentuk kita bertanggung jawab atas apa yang kita sampaikan. Sehingga jika ada berita yang tidak benar kita tidak meneruskan berita tersebut, atau bahkan kita bisa menasehati dan/atau menginfokan kepada orang yang mengirimkan berita atau informasi tersebut. Agar dalam Pesta Demokrasi saat ini dapat terwujud demokrasi yang jujur, bersih dan adil.

Selain itu, masalah kedua yang kerap terjadi dalam Pesta Demokrasi adalah mengenai Golput, atau yang bisa dikatakan juga sebagai abstain yang berarti menjauhkan diri. Biasanya Golput ini adalah cara mudah dan tidak mau pusing atau sikap tidak peduli dengan Pemilu, biasanya hal ini terjadi dikarenakan belum adanya pilihan yang sreg dengan kita atau juga karena masih bingung dengan pilihan yang ada atau disediakan. Golput sendiri sudah diatur dalam Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 43 ayat (1) yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Berdasarkan hal tersebut, memang tidak ada sanksi secara khusus yang dapat terjadi apabila kita melakukan Golput. Akan tetapi menggunakan hak dalam Pemilu selain sebagai salah satu bentuk keikutsertaan kita dalam menunjukan kepedulian atas masa depan Negara ini, juga sebagai bentuk tanggung jawab kita atas hak yang sudah diberikan agar suara kita tidak digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab atau mencari keuntungan dalam Pemilu ini. Sebagaimana pesan menarik dari Rm. Franz Magnis Suseno SJ, “Pemilu bukan untuk memilih yang terbaik, tetapi untuk mencegah yang terburuk berkuasa”.

Hal-hal ini juga menjadi perhatian KPU saat ini, karena banyaknya Pemilih Pemula. Untuk mengatasi hal tersebut Seksi Hubungan Antara Agama dan Kemasyarakatan atau HAAK sudah mengadakan Sosialisasi Pemilu untuk Pemilih Pemula yang telah diselenggarakan pada tanggal 22 Oktober 2023 dan dihadiri oleh perwakilan dari KPU dan juga Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu. Dalam acara tersebut narasumber menjelaskan seperti yang dijelaskan di atas ditambah dengan tata cara pemilihan dikarenakan nantinya akan ada 5 surat suara, juga cara mengatasi berita hoaks atau jika menemukan pelanggaran dalam Pemilu yang dapat dilaporkan kepada Bawaslu.

Yang jelas apabila kita masih bingung atau masih ragu dengan siapa yang akan kita pilih pada 2014 nanti, KPU sudah menyediakan kolom visi dan misi terutama bagi Capres dan Cawapres. KPU sendiri juga menyediakan beberapa informasi hoaks yang telah dikonfirmasi bahwa berita tersebut adalah berita bohong, sehingga mempermudah kita untuk mengecek kebenaran atas berita atau informasi mengenai Pemilu. Saran lain dalam menentukan pilihan dengan melihat rekam jejak calon pemimpin. Baik dalam janji politik sebelum menjabat, yang dihubungkan dengan realisasi selama masa jabatan atau juga prestasi yang telah tercapai, atau hal-hal lain seperti kinerja para calon selama menjabat apa saja yang telah tercapai atau dilakukan. Karena memang tidak ada manusia yang sempurna, sehingga kita juga harus menimbang-nimbang baik dan buruknya.

Para uskup yang tergabung dalam Konferensi Waligereja atau KWI, melalui Pesan Sidang KWI 2023 dalam tema “Berjalan Bersama menuju Indonesia Damai”, mendorong umat untuk terlibat aktif dalam melahirkan pemimpin yang baru dengan kriteria:

  • Memegang teguh Pancasila dan UUD 1945;
  • Menghormati kebhinekaan;
  • Memiliki integritas;
  • Mengutamakan kepentingan Nasional di atas kepentingan pribadi atau golongan;
  • Mempunyai keberpihakan kepada kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir, dan difabel;
  • Memiliki rekam jejak terpuji;
  • Menjunjung tinggi martabat manusia;
  • Menjaga keutuhan alam ciptaan.

Para uskup juga meminta kepada para calon eksekutif dan legislatif serta penyelenggara pemilu dan jajaran TNI-Polri untuk bersatu mewujudkan pemilu yang damai, jujur, adil, transparan, berkualitas dan bermartabat.

Jadi dalam Pesta Demokrasi kali ini buatlah Indonesia menjadi bangga, dengan menjadi Pemilih yang berakhlak dan juga berakal. Bukan hanya sikap tapi juga pikiran kita harus lebih terarah untuk menentukan nasib 5 tahun negara kita mendatang. Golput juga bukanlah pilihan dan solusi, pastikan kita menggunakan hak kita dengan melakukan pemeriksaan apakah kita sudah terdaftar dalam DPT atau belum. Kemudian datang ke Tempat Pemungutan Suara atau TPS tempat kita terdaftar, memilih calon yang telah kita tentukan dan mengawasi hasil pemungutan suara baik secara keseluruhan melalui hitung cepat maupun di TPS tempat kita memilih, itu juga sudah menunjukan kepedulian kita terhadap nasib negara kita 5 tahun mendatang. Apalagi kalau sampai kita mau terlibat sebagai salah satu dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS masing-masing kelurahan/kecamatan. Mari menjadi Pemilih Pemula yang cerdas, berakal dan berakhlak.

 

Sekilas Tentang Penulis