Sekitar medio abad XVIII, Jean-Baptiste Marie Pierre–pelukis dari Prancis–sempat diminta Raja Louis XV melukis sesuatu untuk kapel di Istana Versailles. Pierre melukiskan kisah kelahiran Yesus (Nativité) secara unik. Bayi Yesus yang ada di tengah gambar menjadi pusat penerang dalam situasi malam. Walaupun memang ada bulan purnama penuh di malam itu, bayi Yesus tetaplah menjadi sang pusat penerang karena hampir semua cahaya terpancar dari-Nya ke setiap orang di sekitar-Nya.

Pernyataan tentang Yesus sebagai Sang Terang muncul dalam bacaan Injil Misa Natal Siang, “Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia.” (Yoh. 1:9). Kisah bacaan Injil ini memang tidak menampilkan tentang kelahiran Yesus, tetapi menampilkan salah satu “gelar” atau julukan Yesus. Kalau memang Dia adalah Sang Terang, apa maksudnya? Bagaimana hubungan antara Sang Terang bagi kita semua?

Allah Bapa Sang Matahari, Yesus Kristus Sang Terang, Roh Kudus Sang Panas

Sejak dahulu kala, terang selalu menjadi simbol dari Tuhan. St. Yohanes Damaskus (abad XVII) pun menggunakan terang untuk menjelaskan tentang Yesus. Dia mengumpamakan Yesus sebagai terang dari matahari. Perumpamaan ini dipakainya untuk menjelaskan tentang Allah Tritunggal dengan ibarat, “Allah Bapa adalah matahari, Yesus sebagai terangnya, dan Roh Kudus adalah panasnya.” 

Analogi ini pun menyatakan tentang bagaimana manusia hanya bisa mengenali Allah melalui Yesus yang hadir ke dunia. Mata telanjang manusia memang tidak bisa melihat matahari, tetapi kita bisa mengetahui matahari melalui terang dan panas yang dihasilkannya. Begitu pun manusia sebenarnya tidak bisa mengenali Allah Bapa secara langsung. Namun, akal budi manusia bisa mengetahui Dia melalui Yesus yang telah hadir ke dunia. Roh Kudus yang juga membimbing manusia turut membantu kita mengenali siapa Tuhan yang kita imani. Yesus menjadi terang dari Bapa untuk mengajarkan tentang siapa itu Allah dan apa yang dikehendaki-Nya. 

Analogi ini turut menjelaskan kesatuan Allah Tritunggal. Matahari, terang, dan panas memang adalah ketiga hal yang berbeda. Matahari memang menyebabkan adanya terang, tetapi bukan berarti matahari itu sudah ada terlebih dahulu tanpa terangnya sendiri. Seperti halnya api sudah pasti ada bersama pancaran terang dan panasnya, matahari secara alami sudah ada dengan terang dan panasnya. Hal yang sama juga terjadi pada Tuhan.

Refleksi tentang Terang (Light) dan Penerangan (Illumination)

Menurut St. Thomas Aquinas, terang menjadi hal yang membantunya untuk merefleksikan hal yang berkaitan dengan Tuhan. Ada tiga hal penting tentang Tuhan dan analogi terang.

Pertama-tama, terang selalu membantu manusia dalam memahami aneka benda fisik. Mata manusia bisa melihat warna-warni semua benda justru karena adanya terang. Terang menembus udara dan juga mata kita. Dalam pelajaran biologi dasar, kita diajarkan bahwa manusia bisa melihat karena adanya peran terang melalui aneka tahapan. Terang memantulkan gambaran obyek fisik menuju aneka lapisan organ dalam mata (korena, pupil, lensa mata, retina) sehingga bisa diterima otak. Dengan begitu, keberadaan Tuhan sang sumber terang memang ada untuk membantu manusia memahami siapa kita dan dunia ini.

Kedua, Tuhan sang sumber terang menghadirkan dua penerangan pada manusia. Bagi Aquinas, penerangan merujuk pada akal budi dan juga rahmat iman manusia. Dua penerang yang berasal dari Tuhan ini hanya dimiliki secara unik oleh manusia. Sebagai ciptaan terbaik dengan kenyataan kodratnya yang juga serba terbatas, dua penerang ini berperan sebagai pembimbing manusia. Melalui keduanya, manusia mengusahakan kehidupannya sehari-hari dan juga dibantu untuk mengenali Tuhan secara rohani.

Ketiga, salah satu misi kehadiran Yesus di Bumi ialah menjadi penerang akal budi manusia. Melalui kisah Alkitab, kita mengetahui aneka penyimpangan hidup beriman yang dilakukan oleh raja zaman Kerajaan Israel dan bahkan pemuka agama. Adakalanya mereka tidak bisa menjadi teladan hidup moral dan beriman yang baik. Kehendak Tuhan atas diri manusia menjadi tidak bisa terpahami.

Atas dasar itu, Tuhan hadir dalam wujud manusia yang lahir dengan nama Yesus. Melalui kehidupan-Nya, kita mengenali apa yang dikehendaki Tuhan pada manusia. Yesus mengajarkan tentang mengasihi sesama manusia khususnya yang lemah, miskin, kecil, dan tersingkir dari tatanan masyarakat. Teladan-Nya yang paling luhur ialah rela wafat di kayu salib karena cinta-Nya bagi manusia. Yesus melakukan semua ini karena Dia adalah guru yang mengajarkan tentang kebenaran sejati yang harus dilakukan manusia, yakni menghadirkan cinta kasih. Teladan dan ajaran-Nya menjadi patokan akal budi manusia dalam berpikir dan bertindak.

Pada akhirnya, ajaran St. Yohanes Damaskus dan St. Thomas Aquinas memiliki keserupaan pesan, yakni Tuhan Yesus menjadi terang yang membimbing pikiran, hati, dan tindakan manusia.

Menjadi Terang dalam Hidup Sesama

Terang selalu menjadi hal yang membawa manfaat bagi manusia. Aneka manfaat baik dari terang mentari ternyata berhubungan secara simbolik dengan sifat Tuhan Yesus. Pertama, terang membantu kita untuk melihat aneka hal. Kehadiran Yesus membantu kita mendapatkan gambaran tentang siapa itu Tuhan, diri kita, dan apa tujuan hidup. Kedua, terang memandu kita dalam perjalanan. Yesus pun memandu kita melalui ajaran-Nya agar hidup seturut kehendak Tuhan. Ketiga, terang menghadirkan pertumbuhan dan kehidupan bagi organisme hidup. Yesus membawa janji kehidupan kekal. Keempat, terang menghadirkan kehangatan dan kenyamanan. Yesus selalu merangkul dan menemani setiap orang beriman dalam perjuangan serta jatuh bangun mereka. Terakhir, terang menggeser kegelapan dan kesempatan berlaku jahat dalam gelap. Yesus Sang Mahabaik membimbing kita untuk melawan perbuatan dosa yang gelap.

Sebagai orang Katolik, kita dipanggil untuk menjadi “terang-terang” dalam hidup melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan. Kita diharapkan dapat membantu setiap orang untuk bertumbuh menjadi pribadi yang baik dan tumbuh dalam keutamaan Kristiani. Tuhan Yesus yang telah dirayakan kelahiran-Nya pada hari Natal kiranya senantiasa menerangi hidup kita.

Referensi

St. John of Damascus. The Fount of Knowledge: The Philosophical Chapters, on Heresies, the Orthodox Faith (Vol. 37). Diterjemahkan oleh Frederic H. Chase Jr. New York: The Fathers of the Church, 1958.Whidden III., David L. Christ the Light: The Theology of Light and Illumination in Thomas Aquinas. Minneapolis: Fortress, 2014.

Sekilas Tentang Penulis