Dalam studi bertajuk “Earth beyond six of nine planetary boundaries” yang terbit di jurnal Science Advances, sejumlah ahli mengungkap bahwa bumi tak memenuhi enam dari sembilan standar kesehatan planet, di antaranya akibat pemanasan global dan polusi udara.

“Kita berada dalam kondisi yang sangat buruk,” ungkap Johan Rockstrom, salah satu penulis studi, yang dikutip dari AP News. “Kami menunjukkan dalam analisis ini bahwa planet ini kehilangan daya pulihnya dan sedang sakit.”


Apa yang bisa kita lakukan ?

Pada dasarnya kita dapat membantu memperbaiki kondisi bumi dengan:

  1. Mengubah gaya hidup menjadi Gaya Hidup Berkelanjutan, yang berarti gaya hidup yang mengacu pada pilihan yang tidak mengancam atau membahayakan kelangsungan hidup generasi mendatang. 

Tujuannya adalah kita berusaha 

  1. Sadar dan bijaksana dalam menggunakan sumber daya alam.
  2. Cermat dalam membeli barang dan tidak hanya melihat dari sisi fungsi, tetapi juga dari dampak siklus hidup barang tersebut dan dampak yang dapat ditimbulkan terhadap lingkungan.
  3. Menganggap diri sebagai bagian dari lingkungan dan tidak terpisah, dan bukan sebagai penguasa yang semena-mena. 
  4. Mengubah pola makan menjadi Pola Makan Ramah Lingkungan (Planetary Health Diet), yang berarti makan tidak hanya untuk menyehatkan tubuh, tetapi juga baik untuk lingkungan, sebab pola makan ini lebih menekankan pada Plant-Based Eating.

Gereja Katolik pun sudah bergerak dan melalui ensiklik Laudato Si’, Paus Fransiskus mengajak kita semua untuk melakukan pertobatan ekologis. Ibu Ginny yang menjabat sebagai Ketua Sub Sie Lingkungan Hidup Gereja St. Matias Rasul terus mengajak umat untuk melakukan Pertobatan Ekologis melalui beberapa gerakan, dengan fokus sebagai berikut:

  1. Pelatihan Pengolahan Sampah Organik dari Rumah. Kegiatan ini bermaksud mengajak umat untuk bertanggung jawab atas sampah rumah tangga yang kita hasilkan dari rumah. Sampah anorganik dapat disetorkan ke Bank Sampah SAMARA, sampah organik dapat diolah menjadi Pupuk Organik Cair (POC) yang dapat membuat tanah menjadi subur.
  2. Pelatihan Bercocok Tanam dalam Pot, yang bertujuan mengajak umat untuk bisa memproduksi bahan pangan dalam jumlah kecil dari pekarangan rumah sehingga bahan makanan yang dikonsumsi dapat terbebas dari pupuk kimia dan insektisida atau pestisida.
  3. Pelatihan Membuat Tempe Higienis. Kegiatan ini ditujukan agar umat mulai sadar pentingnya mengkonsumsi protein nabati dan mengurangi protein hewani, karena ternak sapi dapat menghasilkan gas metana yang dapat menyebabkan efek gas rumah kaca (pemanasan global).
  4. Pelatihan Kokedama dan Dekorasi Altar, yaitu seni bercocok tanam tanpa pot plastik dan hal ini bisa menjadi substitusi dari bunga potong. Seperti kita ketahui, industri bunga potong menjadi penyumbang terbesar residu pestisida bagi lingkungan. Karena anggapan bunga bukan untuk dikonsumsi, maka penggunaan pestisida acap kali melampaui ambang batas aman. Hal ini sudah pasti memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan. 
  5. Pelatihan Kosmetik dari Tempe. Setelah berhasil memproduksi tempe higienis dari rumah, ternyata tempe juga bisa dijadikan bahan dasar pembuatan kosmetik. Adapun tujuannya adalah agar umat pun semakin mendapatkan pengetahuan dasar untuk bisa membuat kosmetik sendiri dari bahan-bahan alami.

Kegiatan ini terus digaungkan dan di penghujung tahun 2023, Keuskupan Agung Jakarta mengadakan Gerakan Green Christmas dan oleh Gereja St. Matias Rasul, gerakan ini disambut gembira. Melalui kegiatan Green Christmas tahun ini, Natal yang dahulu menjadi tanda lahirnya Sang Penebus ke dunia, dijadikan momentum perubahan kehidupan umat di Paroki Kosambi Baru menjadi manusia baru dengan gaya hidup ramah lingkungan.

Untuk mewujudkan Paroki Kosambi Baru sebagai Gereja yang Ramah Lingkungan, dapat dimulai dari:

  1. Gerakan Anti Patik (Plastik dan Styrofoam). Kami menghimbau agar kegiatan-kegiatan yang dilakukan di lingkungan gereja tidak menggunakan bahan-bahan tersebut.
  2. Gerakan BBM (Bawa Botol Minum). Kita ketahui bahwa kemasan air minum menjadi problem baru bagi lingkungan. Untuk itu, kami mengajak umat untuk bawa botol minum sendiri dalam setiap kegiatan yang dilakukan di gereja.
  3. Gerakan Pilah Sampah dari Rumah. Sampah adalah tanggung jawab kita bersama, untuk itu kita harus bisa melakukan pemilahan sampah dari rumah. Sampah anorganik dapat disetorkan ke Bank Sampah SAMARA dan sampah organik dapat diolah menjadi Pupuk Organik Cair atau Kompos.
  4. Gerakan Kendaraan Hijau (Ramah Lingkungan) untuk hadir ke gereja. Kita sama-sama ketahui bahwa kendaraan berbahan bakar fosil menjadi penyumbang pencemaran terbesar bagi bumi. Dengan ini, kami mengimbau agar umat yang tinggal di dekat gereja dapat berjalan kaki atau menggunakan kendaraan yang ramah lingkungan untuk datang ke gereja.

Dengan lahirnya Gaya Hidup Baru, kita diharapkan bisa bertindak nyata untuk membantu memulihkan Ibu Bumi dari sakitnya dan ini tidak bisa hanya dilakukan satu atau dua orang tetapi harus menjadi Gerakan berkesadaran yang berorientasi pada “Bumi seperti apa yang akan kita wariskan kepada anak cucu kita?

Sekilas Tentang Penulis