Lourdes di Ujung Barat Pulau Dewata
Panas cuaca Pulau Dewata sedikit berkurang saat kendaraan memasuki daerah Jembrana, sekitar tiga jam perjalanan dari Kuta (termasuk kemacetan akibat perbaikan jembatan di Tabanan). Di sini seakan-akan tidak ada kemarau karena suasana “hijau daun” terlihat di kiri-kanan jalan raya Denpasar–Gilimanuk. Meskipun demikian, dari “pit stop” KFC Jembrana di Negara, masih ada 21 kilometer lagi yang harus ditempuh dalam waktu 35 menit.
Palasari adalah salah satu desa yang terletak di Kabupaten Negara, Bali. Dari Pelabuhan Gilimanuk, jarak tempuhnya kurang lebih 30 menit. Di daerah ini masih terdapat hutan yang membuat suasana lebih sejuk, indah, dan nyaman untuk beristirahat dan berwisata. Di Desa Palasari ini, ada dua objek wisata rohani yang sering dikunjungi peziarah: Gereja Hati Kudus Yesus Palasari dan Gua Maria Palasari.
Risal Wiratanya (penulis) di Gereja Katolik Hati Kudus Yesus Palasari
Mayoritas penduduk asli Desa Palasari menganut agama Katolik. Uniknya, mereka tetap memegang adat istiadat dari budaya lokal dalam kegiatan keagamaan. Tradisi Bali masih digunakan, seperti mengenakan pakaian adat Bali saat beribadah, memainkan gamelan tradisional Bali sebagai musik pengiring misa, dan memasang penjor (batang bambu yang dihiasi dengan daun kelapa muda dan dibentuk menyerupai umbul-umbul) dalam hari raya Katolik. Padahal, penjor biasanya identik dengan perayaan agama Hindu. Nama-nama penduduk Palasari juga masih menggunakan embel-embel nama Wayan, Nengah, Nyoman, dan Ketut sesuai nama orang Bali pada umumnya. Sebuah akulturasi budaya yang cukup menarik menggema di Desa Palasari.
Dirintis Misionaris SVD
Pada awal tahun 1940-an, Pater Simon Buis, SVD bersama 18 keluarga Katolik asal Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka dan enam keluarga dari Paroki Santa Maria Ratu Gumbrih bereksodus ke wilayah Bali Barat. Mereka membuka lahan sebuah hutan pala yang diberi nama Palasari. Di sinilah Pater Buis membangun sebuah desa “Model Dorf”, yaitu desa berbudaya Bali tetapi bernuansa Katolik.
Pater Simon Buis menjadi perintis berdirinya Paroki Palasari dengan peresmian Gereja Palasari pada tanggal 15 September 1940, bertepatan dengan perayaan Maria Berdukacita. Pater Buis inilah yang pertama kali mengenalkan agama Katolik di daerah Bali Barat. Ia menjadi pastor paroki pertama sampai tahun 1949. Pada tahun 1955, bukit di sebelah timur gereja sementara diratakan untuk dibangun sebuah gereja baru yang kokoh–dengan perpaduan arsitektur Belanda dan Bali yang khas. Pater Blanken, SVD kemudian meneruskan pembangunan gereja baru yang diresmikan oleh Uskup Malang Mgr. Albers O.Carm pada tanggal 13 Desember 1958 dengan nama pelindung Hati Kudus Yesus.
Arsitektur Inkulturatif di Gereja Palasari
Gereja Palasari merupakan perpaduan arsitektur Gothic dan Bali. Pintu masuk halaman berbentuk seperti gapura yang umumnya terdapat di pura tempat ibadah umat Hindu atau pintu masuk rumah masyarakat Bali. Ornamen khas Bali juga terlihat pada bagian dalam gereja, mulai dari ukiran, pahatan, patung, tabernakel, altar, salib, dan stasi jalan salib. Altarnya pun diapit oleh payung yang kebanyakan dipakai dalam acara adat Bali. Pada bagian depan gereja, terdapat deretan patung para rasul dalam busana Bali. Walaupun usianya sudah “sepuh”, kondisi dan interior Gereja Palasari terlihat masih kuat dan modern (setelah menjalani renovasi pada tahun 1992-1994).
Gereja Roh Kudus Palasari memadukan arsitektur Gothic dan Bali. Atap gereja dan gapura pintu masuk bergaya Bali. Demikian pula patung para rasul mengenakan aksesoris Bali. Sementara, dua menara gereja menunjukkan gaya Gothic seperti bangunan di Eropa.
Bagian dalam gereja yang dipenuhi nuansa Bali, misalnya payung yang mengapit altar, ukiran, dan stasi jalan salib.
Beberapa keunikan interior Gereja Palasari (dari kiri ke kanan): patung Bunda Maria ala Fatima tanpa mahkota; di sini Santo Yosef digambarkan membawa alat pengukur dan juga memegang gergaji panjang yang biasa digunakan untuk menebang pohon; corpus pada salib Yesus tidak dalam posisi tangan terentang, tetapi tergantung, yang mengingatkan kita pada upacara penghormatan salib Jumat Agung (“Lihatlah kayu salib, di sini tergantung Kristus, penyelamat dunia”) dan pada bagian bawah salib adalah bunga teratai.
Gua Maria Palasari
Gua Maria Palasari ‘Palinggih Ida Kaniaka Maria’ dibangun pertama kali pada tahun 1962. Pada saat itu, Gua Maria bersebelahan dengan Susteran OSF Palasari. Dikarenakan beberapa pertimbangan, pada tanggal 13 Desember 1983, Gua Maria dipindahkan ke lokasi Monumen Pastor Simon Buis. Gua Maria “Palinggih Ida Kaniaka Maria” (yang dalam Bahasa Indonesia berarti “tempat suci bagi Bunda Maria”) ini diberkati oleh Uskup Denpasar Mgr. Vitalis Djebarus, SVD (alm), lebih lanjut oleh Mgr. Benyamin Yosep Bria (alm).
Gua Maria Palasari sering disebut “Lourdes” oleh umat di Paroki Palasari. Tempat ziarah ini termasuk yang tertua di Bali dan menjadi cikal bakal tempat-tempat ziarah lain di Bali. Letaknya tak jauh dari Gereja Palasari, sekitar lima menit berjalan kaki melalui jalan kecil yang ditumbuhi pohon buah dan relief jalan salib. Terletak di sebelah kanan jalan, pintu gerbangnya beratap tiga lengkungan, dihiasi beberapa patung malaikat berukuran kecil. Di situlah terletak patung Pastor Simon Buis, SVD yang meninggal tahun 1960 di Belanda– diapit patung Santo Petrus dan Paulus.
Pintu gerbang Gua Maria Palasari.
Setelah melewati pintu gerbang, peziarah dapat memilih jalan salib panjang atau pendek, yang ujungnya adalah Gua Maria dengan patung Maria Lourdes dan Yesus tersalib. Tentunya, kekhasan gaya Bali tetap ada, yaitu dari dua buah payung kuning di bawah salib. Suasana pelataran Gua Maria di tengah siang hari itu cukup sejuk dan teduh. Keindahan terpancar dari pepohonan rindang di sekelilingnya, gemericik air pada kolam, dan pemandangan indah persawahan. Menurut informasi, sudah ada mukjizat kesembuhan yang terjadi.
Pendopo altar kecil dan pelataran untuk misa.
Pada tahun 2000, pastor paroki saat itu yaitu Rm. Laurensius Maryono (yang sekarang bertugas sebagai pastor paroki Santa Maria Immaculata Mataram Lombok) melakukan renovasi Gua Maria dengan penambahan area jalan salib pendek dan perbaikan pendopo kecil yang menaungi altar. Tanggal 15 September 2008, area Gua Maria diberkati Duta Besar Vatikan, Mgr. Leopoldo Girelli. Di Gua Maria Palasari ini, rutin diadakan kegiatan rohani seperti rosario, misa pada bulan Maria, misa untuk melayani peziarah, dan perayaan Maria lainnya.
Searah jarum jam: petunjuk jalan menuju Gua Maria; yang terletak di sebelah kanan jalan; jalan salib pendek, stasi jalan salib.
Seusai berdoa dan jalan salib di Gua Maria, serta mengagumi keindahan arsitektur Gereja Palasari, sediakanlah waktu sejenak untuk mengunjungi toko rohani kecil di dalam pelataran parkir. Pak Nyoman akan melayani peziarah yang datang dengan ramah. Selain benda-benda rohani khas Palasari–di antaranya salib Yesus tergantung–di situ juga dijual anggur merah lokal produksi UMKM lokal. Satu botol plastik setara 500 ml dihargai sebesar Rp 40.000,-. Sementara yang dikemas dalam botol kaca dibanderol Rp 80.000.-. Rasanya manis, menyegarkan, dan memberi kehangatan.
Di sekitar Gereja dan Gua Maria Palasari terletak Panti Asuhan Maria Goretti dan Biara Suster Fransiskan (OSF). Jika ingin menikmati suasana alam Jembrana, peziarah dapat mengunjungi Bendungan Palasari yang tidak jauh dari situ. Di Kabupaten Jembrana sendiri, masih ada lokasi ziarah rohani lain, yaitu Gua Maria Gumbrih yang terletak di samping Gereja Santa Maria Ratu, Gumbrih, Pekutatan.
Biara Susteran Fransiskan (OSF) Palasari
Patung Pater Simon Buis, SVD yang berdiri di gerbang Gua Maria menyambut para peziarah.
RUTE LOKASI (dibuat bentuk box yaa)
Kompleks Gereja dan Gua Maria Palasari terletak di Bali bagian barat, berjarak sekitar 22 km dari Pelabuhan Gilimanuk dengan waktu tempuh sekitar 30 menit, atau 115 km dari Denpasar dengan waktu perjalanan kurang lebih tiga jam. Bagi yang ingin berziarah dari area Kuta dan sekitarnya, disarankan untuk berangkat pagi hari, lalu istirahat di “rest area” kota Negara, di salah satu restoran karena tempat makan di Palasari sangat terbatas. Sekitar 15 km dari Negara, di daerah Candikusuma akan ada pertigaan dengan papan petunjuk Gua maria Palasari, lalu menyusuri jalan menuju Banjar Palasari (6 kilometer dari Jalan raya).
Sepanjang jalan menuju Gua Maria, anda akan menikmati pemandangan desa Ekasari yang nyaman, asri, dan masih sejuk, karena hampir sebagian wilayahnya masih ditumbuhi pepohonan dan bunga-bunga. Setibanya di sana, kendaraan dapat diparkir di seberang gereja. Mana yang lebih dahulu dikunjungi–gereja atau Gua Maria–sebaiknya ditanyakan dahulu kepada Pak Nyoman Henrikus di toko rohani karena beliau yang tahu jadwal penggunaan gereja–apakah akan digunakan untuk misa rombongan peziarah atau acara lain:
I Nyoman Hendrikus, Nomor HP: 0812 363 2332, Email: hendrikus.hendriyanta@gmail.com
Maaf, tidak ada Santo Matias, yang ada Bro Yudas Iskariot! (dibuat dalam bentuk box juga yaa, ini funfact)
Salah satu keunikan Gereja Palasari adalah lengkapnya patung 12 rasul, termasuk Yudas Iskariot. Biasanya, dalam ornamen gereja, rasul ini digantikan oleh patung Santo Matias, tetapi di sini Yudas Iskariot diabadikan dengan membawa pedang dan sedang memegang (mungkin) buku kas.
BERTEMU ROMO-ROMO DENPASAR (dibuat box juga)
Penulis bersama Romo Babey, Romo Ferdi, dan Romo Venus.
Inilah “studio” Pusat Pastoral Keuskupan Denpasar.
Para pembaca yang sering menonton OKS (Opera Komedi Samadi) tentu akrab dengan penampilan para romo Keuskupan Denpasar yang setia mengirimkan video lagu dengan goyangannya yang khas. Siapakah mereka ini?
Romo Herman Joseph Babey, dipanggil “Baby” oleh sesama imam (atau “Babe” oleh Romo Yustinus Ardianto), spesialis keyboard. Imam asal Maumere ini menjabat Pastor Paroki Katedral Roh Kudus, Direktur Puspas Denpasar dan Ketua LP3KD (Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Pesparani Katolik Daerah) Provinsi Bali. Sudah 27 tahun imamat.
Romo Venus, nama aslinya Evensius Dewantoro Boli Daton, vokalis. Imam asal Riangkeme, Flores Timur ini menjabat Pastor Paroki St Fransiskus Xaverius Kuta dan Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB). Romo Venus sempat viral saat menyapa Raja Salman dalam bahasa Arab saat berkunjung ke Bali tahun 2017. Sudah 27 tahun imamat.
Romo Ferdi, lengkapnya Ferdi Panggur, gitaris. Imam asal Manggarai Timur ini pindah ke Keuskupan Denpasar untuk berobat. Sekarang menjabat sebagai pastor rekan Paroki Maria Bunda Segala Bangsa Nusa Dua bersama Romo Yohanes Handriyanto “Hans” (yang pernah melayani di Paroki St. Matias Rasul). Sudah 27 tahun imamat juga.
Video lagu direkam pada hari Rabu atau Kamis siang di “studio” Keuskupan Denpasar yang sebenarnya adalah panggung ruang pertemuan yang diberi layar hijau!